Iklan

Redaksi Daily Lombok
, Desember 28, 2025 WIB
Last Updated 2025-12-28T10:54:39Z
LingkunganNasional

Deforestasi, Investasi "Import" Siklon | Opini | Daily Lombok

Ilustrasi Bibit Siklon (Sumber: BMKG)


Oleh: Satria Efendi (Wartawan Hutan)*

Daily Lombok - Badai Siklon, salah satu badai yang dikenal dengan daya rusaknya yang luar biasa, memang bukan potensi bencana asli Indonesia. Indonesia yang berada di garis equator atau garis khatulistiwa adalah wilayah yang termasuk asing untuk berkembangnya badai siklon. Namun, mesti tidak pernah ada sejarah yang mengatakan badai tersebut terjadi di atas wilayah indonesia secara langsung, dampaknya dapat terasa di beberapa wilayah di Indonesia. 


Badai siklon, adalah badai yang berkembang pesat oleh gaya Coreolis (gaya putaran bumi yang memicu aliran angin) gaya ini tidak ditemukan di wilayah equator. Sehingga, secara geografis Indonesia bukan tempat berkembangnya badai Siklon. Suhu permukaan air laut yang cukup rendah di wilayah Indonesia merupakan fenomena yang tidak mungkin membuat siklon berkembang, pasalnya siklon membutuhkan suhu udara yang lebih tinggi sekitar 26°-27° celcius untuk berkembang. Secara alamiah, dapat dikatakan "hampir mustahil" badai siklon akan berkembang di Indonesia. 


Tapi benar kata orang bijak, "alam tidak rusak kecuali manusia yang merusaknya" peryataan itu bukan isapan jempol belaka. Akhirnya, menurut data BMKG siklon muncul di Indonesia sejak lima tahun terakhir. Pertama, Siklon Tropis Seroja (April 2021) yang pusatnya menghantam Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan cukup parah. Kendati berpusat di NTT, dampak dari siklon tersebut juga mencapai Lombok Utara dalam bentuk cuaca ekstrim. Kedua, Siklon Tropis Errol (April 2025) siklon ini memicu cuaca ekstrim dan gelombang tinggi di wilayah NTB termasuk KLU. Ketiga, Bibit Siklon Tropis Invest 96S (Februari 2025) badai ini menimbulkan cuaca ektrim yang berdampak terjadinya bencana sekunder di KLU, seperti pohon tumbang, tanah longsor, dan banjir. Keempat, Bibit Siklon Tropis 93S (Desember 2025) bibit siklon ini muncul di selatan NTB dan memicu peringatan cuaca ekstrim termasuj di Lombok Utara. Dari data BMKG tersebut, satu terjadi di 2021 dan sisanya 2025 artinya kurva ini menunjukan betapa semakin dekatnya badai ini berpotensi menerjang Indonesia dan tentu saja Lombok Utara.



Deforestasi, Faktor Tidak Langsung yang Fatal

Deforestasi, tidak bisa dipungkiri juga terjadi di gumi Tioq Tata Tunaq Dayan Gunung. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2021 total wilayah hutan dan perairan di Lombok Utara tercatat sejumlah 40.016 hektare, termasuk di dalamnya ada hutan produksi terbatas dan hutan kemasyarakatan, serta hutan lindung. Dengan berbagai jenis status hutan yang ada di Lombok Utara tentu saja mengakibatkan perlakuan berbeda terkait dengan masing-masing jenis hutan. 


Transmigrasi ke wilayah Lombok Utara dimulai bahkan sejak zamam kolonial di Tahun 1905, namun kembali dimasifkan pada Tahun 1958 seiring terbentuknya Kementerian Transmigrasi. Sejak itu, hutan-hutan di Lombok Utara mulai beralih sedikit demi sedikit menjadi area pemukiman dan area produksi perkebunan warga. Proses-proses ini mau tidak mau mengakibatkan deforestasi hutan. Peralihan fungsi lahan hutan lindung menjadi hutan masyarakat pun tidak dapat dinafikan diiringi deforestasi. Ribuan pohon tadah air dan serap air digantikan dengan tanaman produksi semacam kopi, dan cengkeh, bahkan diganti dengan pisang yang notabene adalah famili rumput bukan kayu. Hal ini tidak bisa dipandang sebagai kesalahan mutlak sepenuhnya lantaran populasi jumlah penduduk yang terus meningkat menuntut segala sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup. 


Kebutuhan hidup tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan perambahan hutan yang terjadi di pulau-pulau besar macam Sumatera dan Kalimantan, dapat dikatakan deforestasi di KLU terjadi dalam skala kecil. Kendati demikian, deforestasi di KLU terjadi, dan ini mesti mendapat perhatian. Paling tidak ada edukasi dan pengawasan yang masif terhadap pola tanam dan aktivitas petani di hutan di hulu oleh aparat terkait. Tidaj hanya itu, jangan sekali-kali pemerintah memberikan izin eksplorasi hutan lagi entah pembukaan lahan atau pertambangan, ini adalah hal yang fatal untuk skala Lombok yang merupakan pulau kecil.


Deforestasi merupakan langkah yang akurat untuk meningkatkan suhu permukaan air laut. Di daerah khatulistiwa suhu permukaan air laut biasanya dingin sehingga siklon tidak dapat berkembang. Namun, jika suhu permukaan air laut menjadi hangat maka siklon akan bertumbuh dengan baik. Inilah peran deforestasi dalam rangka menyebabkan terjadinya badai siklon tropis. 


Dari data-data dan fenomena yang dipaparkan di atas, kiranya edukasi bagi para petani hutan dan pengawasan menjadi salah satu mitigasi bencana (siklon) yang cukup efektif untuk rentan masa singkat. Sementara, di BPBD Lombok Utara, barangkali belum pernah dilakukan mitigasi siklon bagi para petani hutan, guna mencegah deforestasi yang berlebihan agar suhu permukaan air laut di daerah kita tetap dingin. Selain itu, izin perambahan hutan atau konsesi tambang oleh perusahaan, mesti ditolak lantaran dapat dipastikan dapat menimbulkan deforestasi besar-besaran. Jangan sampai investasi dengan tujuan mendatangkan kemaslahatan justru menjadi "importir" bencana bagi masyarakat Dayan Gunung. (*)

Terkini