![]() |
Kepala Puskesmas Kayangan Sabri |
Daily Lombok Utara - Ada kiat unik yang dilakukan Puskesmas Kayangan Kabupaten Lombok Utara (KLU) dalam mensiasati anggaran pengelolaan sampah di lingkungannya. Diketahui anggaran pengelolaan sampah tersebut pun terkena dampak efisiensi anggaran sesuai dengan Impres yang diterbitkan Presiden Prabowo. Hal ini membuat pihak Puskesmas Kayangan mesti memutar otak.
"Situasi sempit membuat cara berpikir semakin kreatif," kalimat tersebut dilontarkan Kepala Puskesmas Kayangan Sabri, saat diwawancara terkait hal tersebut.
Dimulai dari efisiensi anggaran, sebelumnya anggaran pengelolaan sampah di Puskesmas Kayangan yang digelontorkan setiap bulan mencapai Rp 5 juta. Biaya ini dibayarkan kepada pihak ketiga sebagai dana pengelolaan sampah terutama sampah medis. Kini dengan diefisiensinya anggaran persampahan, justru memantik pihak Puskesmas Kayangan berinovasi untuk mendapatkan income dari sektor sampah tersebut.
"Dulu kita bayar sampah, sekarang dengan program WAH berJAKAT justru samah kita yang dibeli. Ini akan menjadi salah satu income untuk Puskesmas Kayangan," terang Sabri.
Mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) sejumlah Rp 10 juta, Puskesmas Kayangan mendirikan sebuah pengelolaan sampah (bank sampah) mandiri di lingkungannya. Menurut Sabri, bank sampah ini nantinya tidak hanya akan mengelola sampah-sampah berupa botol infus dan sejenisnya tapi juga sampah organik dan non organik.
Menurut Haerul Sastrawan, Tenaga Sanitasi Lingkungan (TSL) di Puskesmas Kayangan, "WAH berJAKAT" adalah inovasi yang cukup menarik terlebih guna mensiasati beban biaya persampahan justru dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan.
![]() |
Potret Bank Sampah Puskesmas Kayangan KLU |
Ia menegaskan, pihak PKM Kayangan melakukan pengelolaan sampah botol infus dan sejenisnya secara mandiri dan akan dijual kepada pihak ketiga dengan harga Rp 4.000 per kilogram. Sementara itu saat ini pihaknya sudah mengumpulkan sekitar satu kwintal sampah botol infus. Untuk beberapa jenis sampah medis lainnya pihak PKM Kayangan masih bekerja sama dengan pihak ketiga.
"Seperti botol-botol infus atau yang lainnya itu nanti dibayar seharga Rp 4 ribu. Namun harus dikumpulkan sejumlah satu ton. Saat ini kami baru kumpulkan satu kwintal," terang Heru (sapaan akrab Haerul Sastrawan).
Pada bank sampah yang dimiliki PKM Kayangan juga dikelola sampah-sampah organik dengan produksi kompos. Begitupun dengan pengelolaan sampah plastik atau nonorganik, pemilahan dilakukan oleh petugas cleaning service, lalu dijual kepada pihak ketiga.
Ke depannya, akan diberlakukan program penukaran sampah dengan pupuk kompos. Siapa saja yang mengunjungi Puskesmas Kayangan dengan membawa 10 botol plastik bersih dapat ditukar dengan satu pack pupuk kompos yang berisi sekitar 10 kilogram.
"Sampah-sampah organik, terutama berasal dari dapur kami, sisa-sisa makanan dan lainnya. Kemudian kami juga kelola sisa makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG), itulah bahan yang kami kelola menjadi kompos," katanya.
"Lalu, nanti siapa saja boleh menukar sampah dengan pupuk kompos di Puskesmas Kayanga," tambahnya.
Program "WAH berJAKAT" sudah disosialisasikan mulaindari internal PKM Kayangan hingga stakeholders PKM Kayangan di tingkat desa maupun dusun. Diharapkan, selain berdampak ekonomi program ini diharapkan memicu pola hidup bersih dan kesadaran terkait pentingnya pemilahan sampah. (tri/daily)