Burhan M. Nur |
Daily Lombok Utara - Siapa yang tidak kenal sosok H. Burhan M. Nur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang kini duduk sebagai Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD KLU asal Desa Santong tersebut. Dua kali menduduki kursi DPRD Lombok Barat dan tiga kali menduduki kursi DPRD KLU merupakan prestasi politik yang cukup mentereng dari seorang mantan pegawai migran Indonesia (PMI).
"Jeruti arak telu, bukti sak perlu" kalimat ini menjadi pegangan Burhan M. Nur menjabat sebagai DPRD, pantun Sasak yang berarti "bukti yang perlu" itu telah mengantarkan Burhan M. Nur merengkuh lima kali jabatan kursi DPDR di dua kabupaten.
"Apa pun yang kita bicarakan, masyarakat yang menilai kinerja kita sebagai wakilnya. Saya yakin dengan sekian kalinya masyarakat percaya kepada saya, artinya saya telah melakukan amanah dengan cukup baik, meskipun dalam diri, saya masih merasa belum sepenuhnya maksimal," kata Anggota Fraksi Demokrat tersebut, Rabu (6/11/2024).
Ia mulai menduduki kursi DPRD sejak tahun 2004 di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) saat itu Kabupaten Lombok Utara masih menjadi bagian dari Lobar. Kemudian terpilih lagi pada tahun 2009, karena KLU sudah mekar pada 2008 maka terjadilah transisi, DPRD Lobar asal Lombok Utara dikembalikan ke daerahnya masing-masing. Di sinilah kursi DPRD KLU pertama dirasakan oleh Burhan M.Nur.
"Masa itu kan masa transisi pemekaran, itu kenapa setengah periode saya di Lobar dan saya menghabiskan setengahnya di KLU, saya termasuk anggota DPRD KLU pertama," katanya.
Setelah itu, pada pemilihan 2014 ia vakum menjadi anggota DPRD, lalu kemudian terpilih lagi pada 2019, dan terakhir pada pemilu legislatif di 2024 sebagai DPRD KLU. Menurutnya, tidak mudah menjaga konsistensi dalam politik. Ia menegaskan, konsistensi merupakan hal yang cukup penting dimiliki jika ingin karir politik langgeng.
"Konsistensi kita terhadap perkataan dan perbuatan kepada masyarakat adalah hal penting yang mesti kita jaga. Itu resep utama jika kita ingin bertahan di politik," tegasnya.
Ia juga membeberkan, dirinya memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, terutama pemuda. Ia menyatakan, dirinya mesti meluruskan kekeliruan sudut pandang yang terjadi di masyarakat bahwa sejatinya politik adalah transaksi kepercayaan bukan transaksi keuangan. Berikan suara kepada yang dipercaya, bukan yang membayar.
"Bisa saja jika kita ingin beli suara, tapi kan setelah saya jadi DPRD programnya tidak bis kita prioritaskan bagi masyarakat. Ini yang mesti saya luruskan, jangan sampai menjual suara, saya selaku DPRD selalu merasa berhutang pada masyarakat, jika aspirasi masyarakat kesulitan terpenuhi, karena saya tidak membeli suara mereka," katanya.
Kendati demikian, menurut Burhan, banyak hal senang dan sedihnya pula menjadi DPRD, ada titik jenuh, ada saat-saat haru dan berbagai moment emosional yang juga dilaluinya selama menjabat DPRD. (tri/daily)