Daily Lombok Timur — Curah hujan ekstrem yang mengguyur wilayah Sembalun, Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam beberapa hari terakhir, memicu munculnya fenomena alam yang mengkhawatirkan yakni air terjun dadakan di hampir semua perbukitan. Debit air yang meluncur deras dari kawasan yang tak memiliki jalur sungai permanen ini diduga kuat merupakan dampak dari masifnya alih fungsi lahan di daerah penyangga Gunung Rinjani tersebut.
Fenomena yang oleh warga dan pengguna media sosial dijuluki 'gunung menangis' ini langsung menimbulkan kepanikan massal di kalangan masyarakat Sembalun.
Ketua Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup (KPLH) Sembapala Sembalun, Rijalul Fikri, mengungkapkan kecemasan warga yang dipicu oleh trauma banjir besar di masa lalu.
”Warga merasa panik, karena ada trauma masa lalu juga ketika banjir besar yang sampai menelan jiwa, merusak perumahan dan persawahan warga, terutama masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai," terang Rijal saat dikonfirmasi media ini, Selasa (9/12)
Rijal menyebut, meskipun fenomena air terjun dari perbukitan ini bukan yang pertama, intensitas dan volumenya kali ini jauh lebih besar dan deras.
”Tumben sebanyak dan sederas hari ini, sampai-sampai di medsos ramai-ramai menyebutnya gunung menangis, karena terlihat dari jauh tiba-tiba mengalir dengan deras dari atas bukit,” lanjutnya.
Debit air yang tumpah dari perbukitan tersebut dengan cepat membanjiri jalur sungai di bawahnya, menyebabkan luapan yang merendam lahan pertanian warga.
”Airnya ke sungai dan persawahan. Kalau sawah petani kurang lebih sekitar tiga hektar yang terdampak, itu tanaman hortikultura semua,” terang Rijal, merincikan kerugian petani.
Menurut Rijal, hujan deras yang terjadi sore itu hanya berlangsung sekitar dua jam. Ia tidak bisa membayangkan dampak yang akan terjadi jika hujan berlangsung seharian penuh.
”Itu hanya hujan kurang dari dua jam, nggak tahu kalau seharian bisa saja dampaknya lebih buruk dari ini,” ujarnya penuh kekhawatiran.
Menyoroti akar masalah, Rijal menduga kuat bahwa munculnya air kiriman yang ekstrem ini tidak hanya disebabkan oleh tingginya curah hujan, tetapi juga oleh maraknya alih fungsi lahan di kawasan penyangga Rinjani.
”Menurut analisa saya, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan banjir ini, yaitu intensitas hujan yang sangat tinggi serta alih fungsi lahan, baik untuk pembangunan vila maupun perkebunan yang tidak mengindahkan kaidah konservasi,” tutupnya, mendesak perhatian serius dari pihak terkait terhadap tata ruang di sembalun. (tik/daily)



