Daily Lombok Timur - Program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyasar Ibu Hamil (Bumil), Ibu Menyusui (Busui), dan Balita Non-PAUD atau 3B di Lombok Timur menghadapi tantangan signifikan, terutama dalam hal akurasi data primer di lapangan.
Hal ini terungkap saat Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur bersama tim ahli dari Kementerian BKKBN menggelar Focus Group Discussion (FGD) dan telaah lapangan di Kecamatan Sembalun pada, Jum'at (5/12/2025).
Kepala Dinas DP3AKB Lombok Timur, dr. Hasbi Santoso, mengatakan bahwa kelemahan mendasar operasional Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berjumlah lebih dari 3.100 orang adalah pada data primer.
”Ada beberapa mendasar, bukan berarti mereka tidak bekerja, cuma kinerjanya yang akan kita optimalkan, terutama sekali yang paling mendasar itu mengenai data,” ungkap Dokter Hasbi.
”Data ini yang sangat lemah. Perkawinan di bawah umur kita itu selalu mendapatkan data sekunder. Kalau TPK kita berdayakan, dia bisa mengetahui dari 200 KK yang mereka dampingi itu dengan gampang,” tambahnya, menyoroti peran TPK sebagai garda terdepan pengumpul data.
Selain masalah data, dr. Hasbi juga menyoroti kebutuhan sarana prasarana, khususnya dapur MBG, yang belum memadai. Dari tiga dapur yang dibutuhkan, baru satu yang dalam proses, sehingga cakupan program baru bisa menjangkau enam desa di Sembalun.
”Untuk sasaran tambahan B3 ini di tahun 2026, kita harus sudah bisa memenuhi sasaran B3 tambahan ini dan itu bukan berupa persentase, harus seterusnya kita bisa,” tegasnya.
Masalah lain yang mencuat adalah ketidakjelasan Standard Operational Procedure (SOP) bagi TPK. Mohon maaf ada kelemahan, tidak ada SOP, tidak ada standar prosedur profesional apa yang harus dikerjakan,” katanya.
Sementara itu, Ir. Siti Fatonah Mph, Penyuluh KB Ahli Utama Kementerian Kemendukbangga/BKKBN, menjelaskan bahwa kunjungan ke Sembalun merupakan bagian dari telaah nasional untuk mengevaluasi efektivitas TPK dalam program MBG 3B.
”Yang terpenting adalah mengedukasi para keluarga agar terjadi perubahan perilaku di dalam keluarga, di dalam pola penyediaan makanan bergizi di rumah masing-masing. Karena program MBG hanya sekitar 30% dari kebutuhan kalori dalam satu hari,” jelas Ir. Siti.
Menanggapi anomali tingginya stunting di Sembalun yang notabene adalah sentra produksi pangan, Ir. Siti menggarisbawahi faktor penting yakni Protein hewani.
”Stunting itu bukan hanya ditentukan karena ini daerah produksi sayur-mayur ya, pengaruh terbesar itu sebetulnya dari protein hewani yang kurang,” jelasnya.
Saat ini, angka stunting di Lombok Timur masih di atas rata-rata nasional. Untuk Sembalun sendiri, dr. Hasbi memperkirakan angkanya berada di kisaran 12%.
DP3AKB berharap penguatan TPK, penyusunan SOP yang jelas, dan koordinasi vertikal yang lebih baik akan menjadi kunci untuk mengumpulkan data primer yang akurat, serta menjadi langkah signifikan dalam menekan angka stunting di Lombok Timur.(tik/daily)




