Iklan

Redaksi Daily Lombok
, September 21, 2025 WIB
Last Updated 2025-09-22T03:06:10Z
NasionalPendidikanSeni Budaya

"Perlahan Tapi Tak Terelakkan" Refleksi Enam Bulan Akademi Isin Angsat | Daily Lombok



Daily Lombok Utara – Di tengah pesisir yang kian tergerus abrasi, di ladang yang berhadapan dengan perubahan cuaca ekstrem, serta di desa-desa yang masih menyimpan ingatan pahit gempa, Pasirputih Lombok Utara membuka sebuah ruang refleksi baru melalui pameran seni media bertajuk “Perlahan Tapi Tak Terelakkan”. Pameran ini dibuka pada Sabtu sore, 20 September 2025, di ruang Pasirputih, Dusun Karang Subagan Daya, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, dan dihadiri beragam kalangan mulai dari akademisi, pemerintah desa, mahasiswa, pegiat seni budaya, hingga warga sekitar.


Kurator Pameran Muhammad Rusli mengungkapkan, Pameran ini merupakan bentuk pertanggungjawaban karya dari Akademi Isin Angsat, sebuah program pendidikan seni media yang digagas Pasirputih. Selama enam bulan, sejak Maret hingga Agustus 2025, para peserta belajar bagaimana seni dan media dapat berperan bukan hanya sebagai sarana ekspresi, tetapi juga sebagai metode riset dan komunikasi isu lingkungan serta kebencanaan.


"Ini bentuk pertanggungjawaban karya dari akademi Isin Angsat yang sudah berjalan enam bulan terakhir ini," ujarnya.


Mengusung gagasan bahwa bencana dan perubahan iklim tidak bisa hanya dipahami sebagai angka statistik, melainkan sebagai denyut kehidupan sehari-hari di pesisir, ladang, sumber mata air, dan reruntuhan rumah, pameran ini menghadirkan karya-karya yang lahir dari riset, observasi, serta keterlibatan langsung para peserta dengan masyarakat. Berbagai medium digunakan—dari visualisasi data, audio, puisi, fotografi, hingga sketsa arsitektur—untuk memperlihatkan bagaimana persoalan lingkungan dan kebencanaan sesungguhnya menyentuh ruang hidup paling dekat dengan manusia.


Kuratorial pameran Muhammad Rusli dan Imam Hujjatul Islam menekankan bahwa seni media di sini bekerja sebagai ruang interaksi, tempat publik dapat menyimak kembali pengalaman kolektif menghadapi krisis ekologis. Alih-alih berhenti pada pidato atau wacana kebijakan, karya-karya yang ditampilkan mencoba menghadirkan perspektif yang lebih intim, merekatkan manusia dengan lingkungannya melalui memori, suara, dan imajinasi.


"Pameran ini ruang interaksi antara masyarakat dengan lingkungannta melalui suara, memori, dan imajinasi," papar mereka.


Pembukaan pameran pun berlangsung sebagai ruang belajar bersama, ketika akademisi, mahasiswa, pegiat seni, dan aparat desa duduk sejajar untuk menimbang ulang bagaimana mitigasi bencana dapat menjadi bagian dari kebudayaan sehari-hari. Bagi Pasirputih, inisiatif ini bukan semata pertunjukan karya seni, melainkan sebuah ajakan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa mitigasi bukan hanya urusan darurat, tetapi sebuah laku budaya yang harus dipelihara melalui solidaritas dan kebersamaan.


“Perlahan Tapi Tak Terelakkan” pada akhirnya hadir sebagai ruang dialog antara ingatan masa lalu dan strategi bertahan di masa depan. Ia menegaskan bahwa seni dapat menjadi jembatan untuk memahami jejak bencana sekaligus membayangkan kehidupan yang lebih adaptif di tengah krisis iklim. Pameran ini terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi di ruang Pasirputih, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara.(tri/daily)


Terkini