![]() |
Anggota Komisis III DPRD KLU H. Nirdip alias H. Jojo |
Daily Lombok Utara - Belakangan, berbagai kasus kriminal marak melibatkan anak sekolah, entah sebagai pelaku maupun korban. Beberapa kasus tersrbut di antaranya, kecanduan gadget, bullying, hingga yang kasus-kasus asusila. Hal ini disoroti Komisi III DPRD KLU yang menyebutkan, Handphone (HP) atau smartphone sebagai salah satu penyebab atau media hal-hal buruk tersebut.
Menurut Anggota Komisi III DPRD KLU H. Nirdip menjelaskan hasil pembacaannya bahwa HP salah satu penyumbang terbersar dari keseluruhan jumlah kasus kekerasan anak. Ia menyatakan, tidak hanya di sekolah, peran orang tua di rumah juga menentukan kebiasaan anak dalam berinteraksi dengan HP.
"Sudah bukan rahasia lagi, bahwa HP memang menjadi media yang riskan disalahgunakan oleh anak, terutama jika kurangnya pengawasan dari orang tua," katanya.
Diketahui, anggota dewan yang kerap disapa H. Jojo tersebut memuji langkah yang dilakukan SMAN 1 Tanjung, yang menerapkan peraturan tidak membawa HP ke sekolah. Menurutnya, itu langkah tegas yang dilakukan pihak sekolah untuk meminimalisir berbagai potensi penyalahgunaan.
"Yang dilakukan SMAN 1 Tanjung itu keren, bagus itu. Tagas mereka membatasi ruang penggunaan HP di sekolah, ini dapat meminimalisir pelanggaran," jelasnya.
Di sisi lain, Kepala SMAN 1 Tanjung, Fatmawati menegaskan peraturan yang diterapkan mulai 2 Januari 2025 tersebut diambil dengan mempertimbangkan berbagai fenomena kekinian di tengah siswa. Ketidakmampuan siswa dalam berlaku bijak atau dewasa dalam menggunakan HP masih menjadi indikator penting untuk melarang siswa membawa HP kecuali di saat HP memang dibutuhkan seperti saat ujian yang memerlukan perangkat tersebut.
"Kami melihat, siswa kami belum mampu bijak dalam menggunakan HP itu sebabnya kami menilai lebih besar potensinya untuk menjadi penyalahgunaan, itulah mengapa kami larang siswa membawa HP," kata Fatmawati, Selasa (4/2/2025).
Ia juga menjelaskan, beberapa kasus seperti bulliying di media sosial, kemudian kurangnya interaksi sosial siswa dengan teman sebaya dan guru, menjadi sudut pandang yang penting diperhatikan. Pasalnya, Fatmawati menilai, tingkat interaksi siswa dengan sesama siswa pun menjadi menurun lantaran mereka bermain HP.
"Interaksi mereka dengan sesama menjadi minim akibat terlalu intens berinteraksi dengan HP. Ini yang kami khawatirkan, secara emosional bahkan mereka dengan teman-temannya tidak saling bicara," tuturnya.
Fatmawati menegaskan, peraturan yang dibuat pihak sekolah tersebut suatu saat nanti dapat berubah, siswa barangkali bisa membawa HP lagi ke sekolah, namun dengan catatan setelah siswa-siswa tersebut dinilai dapat berlaku bijak dan dewasa dalam menggunakan HP secara kolektif. (tri/daily)